Tuesday 19 February 2013

Ini yang Terakhir

Sering terlintas semua akan berakhir, tapi tak pernah terpikir harus dengan cara yang seperti ini.

Masalah datang silih berganti buat kita berdua itu sudah layaknya datang bulan, setiap bulan pasti ada. Protes yang tercipta dari masing-masing pihak, terutama dari aku, pun sudah seperti hujan, setiap minggu pasti turun di beberapa hari. Tapi, semua masalah kita, perkelahian kita, sepertinya sudah jadi hal yang biasa dalam hubungan kita. Tidak peduli seberapa besarnya masalah itu, seberapa seringnya perkelahian yang tercipta, kita selalu bisa bertahan dengan semua kondisi yang ada, dan menyelamatkan hubungan kita.

Tak ada satu masalah pun yang bisa merobohkan benteng kebersamaan kita, itu yang kita percaya. Tapi mungkin kita terlalu congkak hingga akhirnya Tuhan pun menegur kita.

Ini hidup, selalu dibayangi oleh masalah. Hebatnya kita, kita selalu bisa mengelak walau di saat kita berada di titik terlemah sekalipun. Kita selalu percaya, kita ditakdirkan untuk bersama. Tapi ketika rencana kita tidak sama seperti rencana Tuhan, mau tidak mau, suka tidak suka, maka kita sebagai manusia lah yang harus mengalah.

Cobaan yang datang secara tiba-tiba, tanpa alarm atau pertanda apapun sebelumnya itu masih terekam jelas dalam ingatan. Torehan lukanya yang mendalam, perih yang terasa, dan panasnya emosi yang melelehkan air mata. 

Semua penjelasan mereka yang menurutku hanya bualan belaka. Omong kosong yang memang hanya menjadi sampah busuk dalam kenyataan pada akhirnya. Tapi sudahlah. Mungkin ini memang yang harus terjadi. 

Kita sekarang hidup masing-masing, seperti yang mereka inginkan. Aku mungkin memang bukan orang yang bisa membahagiakan orang lain. Mereka lebih tau apa yang bisa membahagiakan kamu, dan itu bukan aku.

Walau pada mulanya memang kita bersikukuh untuk melawan semuanya, tapi ternyata ujian ini cukup berat hingga akhirnya menggerogoti keteguhanku secara perlahan. Ketika kamu, tiang peganganku pun tidak sanggup untuk memutuskan, pada akhirnya aku lah yang harus mengambil tindakan. Memang ini jalan yang harus kita tempuh, walau jalan yang aku ambil memang agak salah.

Berjalannya waktu yang menjawab semuanya. Mereka memang tidak menginginkan adanya aku, itu terbukti dengan jelas. Pesanku, cukup aku yang merasakan semua ini. Jangan lagi ada orang-orang yang harus merasakan apa yang aku rasakan. Cukup aku.

Bagi waktumu dengan adil, sempatkan untuk menyapanya, dan jangan biarkan dia untuk menunggu. Hargai dia saat dia masih ada, bukan di saat dia sudah menjauh bahkan pergi. Jangan lagi ulangi sikapmu terhadapku, kepadanya. Cukup aku.

Ini yang terakhir.
Semua memori yang ada tak akan pernah terhapus dan akan tetap ada. Tak perlu sering-sering diingat, biarkan terkunci rapat dalam satu ruang jiwa yang tak akan pernah dijamah oleh siapapun lagi. 

Ini yang terakhir. 
Aku pergi.
Semoga mereka bahagia. Semoga kamu bahagia. Semoga dia bahagia. 
Aku pun akan menjemput kebahagianku sendiri.

So, that is the ending of the struggling.
19 Februari 2013

0 comments:

Post a Comment