Monday 23 July 2012

Another "Penggalauan"

"Perjuangan cinta terbesar itu bukan terletak di saat kamu mendapatkannya, tapi saat kamu mempertahankannya"


Bertahun-tahun menjalani sebuah hubungan dengan seseorang yang sama itu terkadang ngebuat gue cukup bersyukur. Bersyukur, seenggaknya gue udah nemuin seseorang yang mungkin aja jadi jodoh gue di masa depan. Bersyukur, bahwa seenggaknya ada satu orang yang bersedia mencoba untuk setia mendampingi gue yang banyak maunya ini.




Hampir kurang lebih empat tahun terikat dalam sebuah hubungan yang kata orang-orang pacaran, gue rasa cukup ngebuat dunia berasa runtuh kalau tiba-tiba gue dan doi ditakdirkan Tuhan harus pisah. Ditambah liat cerita-cerita orang yang kadang udah pacaran 10 tahun ujung-ujungnya putusan terus nikah sama orang lain yang istilah pacarannya cuma hitungan bulan. Gue nggak bisa bayangin kalau gue termasuk di sekian persen orang-orang itu. Yah, selama ini sih gue cuma berfikir positif aja - kayak yang selalu doi ajarkan ke gue - yakin aja kalau memang gue adalah tulang rusuk doi yang hilang *ketawa*

Tapi, kayaknya gue memang dasarnya adalah pemikir negatif yang ulung. Biar kata gue udah coba buat terus berfikir positif, tetap aja kadang ada - banyak - pikiran dan niatan negatif yang nyamplok di otak. Terlebih kalau ingat sikap cuek doi yang ada di atas batas normal, dan banyaknya godaan-godaan yang datang menghampiri. Kalau gue nggak kuat-kuat iman, udah ambrol kali nih hubungan gue sama doi.

Ngomong-ngomong soal cueknya doi - lagi-lagi gue nulis soal ini *sigh* kecuekan doi itu memang inspirasi banget buat gue kali yak - kadang gue mikir kenapa si doi bisa sampe cuek parah kayak gini. Soalnya, seingat gue sih, dulu, empat tahun silam, doi cuek, tapi bukan cuek yang kayak beginian. Cueknya doi zaman dulu itu masih dalam batas pengertian orang normal, masih bisa ditoleransi sama sikap doi yang masih bisa disebut manis kayak gue, eh permen maksudnya.

Gue masih ingat banget gimana doi dulu nembak gue di hari ke sembilan bulan Ramadhan. Gue juga masih ingat gimana galaunya gue dulu ngemis sama Tuhan supaya doi bisa punya perasaan yang sama kayak gue, mengingat si doi dulu punya pacar waktu gue kenal *ketawa*. Dan gue juga ingat gimana kerennya si doi waktu datang ke rumah gue malam-malam - yang disambut tatap galak nyokap - pakai baju koko, terus ngomong nggak karuan sampai ujung-ujungnya nanya mau nggak gue jadi pacarnya doi dengan nada yang ragu-ragu, dan diakhiri satu kata Alhamdulillah setelah satu kata iya dari gue. Ah, so sweet kan ya?

Biar kata doi cuek, dulu doi nggak pernah bingung mau bersikap manis yang seperti apa ke gue. Simple but it was very sweet, even he didn't realize it. Contoh, dulu doi niat banget ngerubah jadwal terawih bersama kelasnya supaya bisa barengan sama kelas gue, jadi ada alasan ke nyokap pergi terawih sama-sama ke sekolah. Mungkin buat yang lain - atau mungkin buat doi yang sekarang - hal yang dilakuin doi dulu itu biasa aja, tapi buat gue itu ............... unyu *kehabisan pilihan kata*

Dulu, we never missed good morning and sleep tight text. Kalau kata orang bule "a good morning text does not only mean 'Good Morning', it has a silent, loving message that says 'I think of you when I wake up'. Mungkin buat sebagian orang - termasuk doi yang sekarang - yang kayak begituan cuma kinda bullshit that wasting time. Tapi buat gue, jadi orang pertama yang diingat di awal hari doi itu ... kebahagiaan.

Gue pernah curhat sama seorang sahabat dan kami menerka-nerka kenapa doi bisa kayak sekarang ini. Dugaan kami berdua sih sama, mungkin ini ada kaitannya sama kecelakaan yang pernah dialami sama doi. Hipotesis yang keluar dari otak gue, mungkin semua sikap manisnya doi, sikap romantisnya doi itu ikutan jatoh waktu doi kecelakaan, yang ketinggalan cuma cueknya doi doang. Bisa aja kan begitu?

Kalau kata sahabat gue sih, mungkin dulu waktu doi kecelakaan transfusi darah doi diambil dari orang yang cuek, jadinya mempengaruhi kepribadian doi yang sekarang. Bisa jadi juga.

Setelah gue pikir-pikir, ya mungkin hipotesis sahabat gue lebih rasional daripada hipotesis gue.

Cueknya doi, selain jadi bahan tulisan gue, tapi juga jadi salah satu cobaan hidup yang lumayan berat buat gue. Gimana nggak, kalau gue nggak kuat iman kali gue bisa luluh sama perhatian-perhatian dari makhluk adam yang lain. Tapi yang gue heran, gue malah sedih kalau diperhatiin sama yang lain, gue ngarepnya sih doi yang begitu. Herannya lagi, kenapa gue nggak pernah capek buat ngarepin doi jadi kayak begitu. Rasa yang gue punya juga nggak pernah berkurang, malah kayaknya semakin membesar.

Mungkin ini yang namanya, kalau kata gue, cinta itu pertanyaan yang nggak ada jawabannya. Kalau lo udah cinta, yaudah cinta, nggak bakalan ada jawaban di balik pertanyaan "Kenapa lo masih sama dia padahal lo tau dia  bukan seperti apa yang lo harapkan?"

Yah, gue harap apa yang gue rasa ke doi ini cinta. Kalau ini bukan cinta, mungkin ini cuma pembelajaran supaya gue bisa ngerti apa yang namanya cinta. *senyum*

Dulu, gue udah berjuang supaya bisa dapatin hati si doi, kasarnya ngerebut doi lah ya *ngaku*. Mungkin, tantangan gue kali ini gue harus bisa mempertahankan si doi supaya nggak direbut sama cewek lain semacam gue *ketawa*. Kalau kata nyokap, ngerebut peringkat satu lebih gampang daripada mempertahankan. Sama aja kayak sekarang, mempertahankan apa yang udah gue lalui sama-sama doi memang bakal lebih susah daripada ngerebut si doi. Dan gue harus lakuin itu karena gue mau bawa pulang piala hati doi terus gue simpan di lemari hati gue *semacam alay*.

Sampai akhirnya, memang cuma gue yang kuat, karena cuma gue yang bisa bertahan *senyum*.

0 comments:

Post a Comment