Monday 23 January 2012

Inikah yang disebut Masa Kanak-Kanak?

"Masa kanak-kanak adalah masa terindah dan terdamai sepanjang hidup"


Tulisan ini terinspirasi dari sebuah broadcast BBM yang dikirim oleh seorang teman di sebuah malam yang tak langsung ku baca. Broadcast itu sebuah program yang mengirim pesan ke semua kontak yang ada di aplikasi chatting pada telepon genggam tertentu. Biasanya, pesan yang dikirim bisa berupa info, tips, kabar-kabar terbaru, lelucon, tapi yang paling sering dikirim lewat broadcast adalah pesan-pesan yang nggak penting. Itu yang buat aku malas untuk membuka pesan yang berupa broadcast.

Reason


Reason

“Hhhh.. Hhhh.. Hhh..” nafas beratku memburu satu-satu. Air mataku sudah menetes membanjiri wajahku, bercampur dengan ratusan tetes keringat. Aku mempertajam pandanganku. Tapi, sia-sia.  Pandangan di depanku tetap berwarna hitam, gelap!
‘Brak!’
“Di mana kamu, Sayang? Ayolah, jangan sembunyi.. Percuma kamu sembunyi dari aku. Aku pasti bisa mencium wangi tubuhmu. Hahaha..” suara pintu yang terbuka dan suara berat anak laki-laki itu semakin membuatku mandi keringat.
Aku memepetkan badanku di sebuah lemari kayu berdebu. Berharap, gelap bisa membantuku berlari dari bahaya yang membuntutiku saat ini.
Aku terus merayap dari perabotan usang yang satu ke perabotan yang lainnya. Berlomba dengan waktu, bermain dengan gelap. Air mata dan keringat terus menetes satu-satu mengguyur tubuhku.
Aku sudah merayap sampai di depan pintu rumah tua ini. Tinggal satu langkah lagi aku bisa berlari keluar dan lolos dari ini semua. Tapi sesuatu yang dingin dan tajam di leherku, menahan gerak kakiku yang sudah siap berlari.
“Mau ke mana kamu!? Aku sudah bilang kan, kamu nggak akan bisa lari dari aku!” ucap Randi, sambil menempelkan pisau di leherku. Aku terdesak mundur.
“Hhhh.. Ran.. Please.. Jangan lakukan ini.. Kamu sayang aku kan..?”
“Justru karena aku sayang sama kamu, makanya aku lakukan ini..!”
“Jangan, Ran! Aku mohon sama kamu..!” langkahku terhenti oleh dinding rumah. Mentok! Nggak bisa lari ke mana-mana lagi.
“Udahlah! Enjoy aja, Sayang.. Nikmati permainan ini. Hahaha..”
“Jangan, Ran!”
‘Brek!’
Randi merobek pakaianku dengan pisau yang ada di tangannya, dan kemudian kembali menodongkannya ke leherku. Aku memejamkan mata, menahan perih!

Diam


­­­­­-Diam-
Terkadang kita tidak harus berkata apa-apa untuk melakukan sebuah tindakan.

‘Tok.. Tok.. Tok..’ Palu hakim telah diketukkan tiga kali dan mengakhiri sidang pertama perceraianku. Hasil sidang memutuskan aku untuk melakukan proses mediasi pertama dengan suamiku, ehm maksudku calon mantan suamiku, selama tiga minggu. Sebenarnya aku enggan untuk mengikuti proses mediasi ini. Yang aku mau, urusan perceraian ini cepat terselesaikan dan aku dapat menarik satu nafas lega. Bagaimanapun, keputusanku sudah bulat dan tidak ada satupun yang dapat merubahnya, aku ingin berpisah dari seorang pria yang telah menyandang status sebagai suamiku selama kurang lebih lima tahun ini.
Ada banyak alasan kenapa aku masih tetap bertahan dengan keputusan yang aku buat satu bulan yang lalu, walau banyak pihak yang menyayangkan dan bahkan sangat terkejut ketika mendengar aku sedang mengurus perceraian. Bahkan, Tegar yang tak lama lagi akan berubah statusnya menjadi duda pun masih sering memandangku dengan penuh tanda tanya, mengapa aku bersikukuh untuk berpisah dengannya. Namun aku sudah berulang kali menjelaskan padanya bahwa inilah jalan yang terbaik untuk dia dan aku. Walau masih sering ku temukan Tegar tidak puas dengan akhir dari semua perdebatan kami, aku biasanya tetap berlalu dari hadapannya dan memegang teguh keputusanku.